Beranda | Artikel
Allah Rabb seluruh Alam
Minggu, 30 Oktober 2016

Bismillah, wa bihi nasta’iinu.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sudah menjadi tugas kita untuk mempelajari makna-makna ayat al-Qur’an dan menyebarkannya kepada manusia. Sebab inilah jalan menuju kebaikan dan kemuliaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Kemuliaan akan diraih dengan ketakwaan. Dan ketakwaan tidak akan bisa tegak kecuali di atas ilmu al-Qur’an dan as-Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan dengan kitab ini kaum-kaum, dan akan merendahkan dengannya kaum-kaum yang lain.” (HR. Muslim)

Barangsiapa mengikuti kitab al-Qur’an dengan sebenarnya niscaya dia akan selamat dari kesesatan di dunia dan kerugian di akhirat. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)

al-Qur’an apabila dibacakan kepada orang-orang yang beriman, akan membuahkan kekuatan iman. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang ketika disebutkan (nama) Allah maka takutlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya…” (al-Anfal : 2)

Diantara sekian banyak ayat al-Qur’an, al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalamnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits sahih riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu, dimana dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut al-Fatihah sebagai a’zhamu suratin fil Qur’an ‘surat yang paling agung dalam al-Qur’an’.

Maka tidaklah mengherankan apabila Allah mewajibkan bagi setiap muslim untuk membaca surat yang agung ini di dalam sholatnya. Tentu saja karena keagungan kandungannya dan besarnya manfaat dan hidayah yang tercakup di dalamnya. Sholat adalah bagian dari dzikir kepada Allah dan sebaik-baik dzikir adalah yang bersesuaian antara apa-apa yang diucapkan dengan lisan dan apa-apa yang bersemayam di dalam hati pelakunya. Oleh sebab itu Allah mencela orang-orang munafik karena sholatnya malas-malasan dan riya’ atau mencari pujian orang belaka. Di sinilah letak pentingnya setiap muslim untuk menghayati bacaan-bacaan sholat yang dia baca. Salah satunya yang paling utama adalah memahami kandungan surat al-Fatihah.

Di dalam surat al-Fatihah kita selalu membaca ayat yang berbunyi alhamdulillahi Rabbil ‘alamin yang artinya ‘Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam’. Mungkin kita sudah hafal di luar kepala dan paham artinya. Tetapi betapa aneh ketika kita ternyata banyak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang telah kita baca setiap harinya. Sebab apabila kita teliti lebih dalam ternyata ucapan alhamdulillahi Rabbil ‘alamin menyimpan begitu banyak pelajaran berharga.

Pertama, di dalam alhamdulillah terkandung sebuah pilar ibadah yang sangat agung yaitu kecintaan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa ibadah kepada Allah bukanlah semata-mata gerakan lisan atau anggota badan tanpa makna. Bahkan ibadah itu haruslah berangkat dari dalam hati, dan kecintaan merupakan salah satu pilar ibadah hati yang paling utama. Di dalam al-Qur’an, Allah telah menyebutkan sifat-sifat orang beriman, dan diantaranya adalah mereka lebih dalam cintanya kepada Allah daripada kecintaan kaum musyrikin kepada sesembahan-sesembahan mereka.

Dari mana ucapan ‘alhamdulillah’ bisa menunjukkan kecintaan. Para ulama kita menjelaskan bahwa ucapan alhamdu bermakna pujian yang disertai dengan rasa cinta dan pengagungan. Tidaklah suatu pujian disebut sebagai alhamdu kecuali jika dilandasi rasa cinta. Inilah keunikan dan keindahan bahasa al-Qur’an yaitu bahasa arab. Hal ini mengisyaratkan kepada kita untuk benar-benar memahami setiap ayat yang wajib kita baca setiap harinya. Jangan sampai kita seperti kaum munafik yang mengucapkan dengan lisannya apa-apa yang tidak ada di dalam hatinya.

Kedua, di dalam alhamdulillah telah terkandung penetapan kesempurnaan Allah dari segala sisi. Karena ucapan alhamdulillah bermakna segala puji atau pujian yang mutlak hanya layak diberikan untuk Allah. Allah terpuji dari segala sisi. Allah terpuji karena berbagai kesempurnaan yang ada pada-Nya, baik kesempurnaan Dzat, nama-nama, sifat-sifat, perbuatan, dan juga kesempurnaan nikmat yang Allah curahkan kepada hamba-hamba-Nya. Sebab tidak ada satu pun nikmat melainkan itu adalah bersumber dari-Nya. Di tangan-Nya lah segala kebaikan.

Ketiga, di dalam alhamdulillah juga tersimpan penetapan tauhid uluhiyah; yaitu kewajiban mengesakan Allah dalam beribadah. Sebab kata ‘Allah’ dalam ungkapan alhamdulillah menunjukkan makna bahwa Allah lah al-Ilah al-Haq yaitu sesembahan yang benar dan selain-Nya adalah sesembahan yang batil. Sebab dalam bahasa arab kata ‘Allah’ berasal dari kata ‘Ilah’ yang maknanya adalah ‘sesembahan’. Sehingga makna dari nama Allah itu sendiri adalah al-Ma’bud/sesembahan. Maka tiada sesembahan yang benar kecuali Allah; inilah yang kita kenal dengan istilah tauhid uluhiyah. Konsekuensinya segala bentuk ibadah tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata. Inilah hakikat dari kalimat tauhid laa ilaha illallah.

Keempat, di dalam ‘Rabbil ‘alamin’ terkandung penetapan tauhid rububiyah, bahwa Allah lah Rabb yaitu yang mencipta, mengatur dan menguasai alam semesta ini. Pengakuan terhadap hal ini telah menjadi fitrah dan naluri yang tertanam dalam hati manusia. Bahkan kaum musyrikin sekali pun telah meyakininya. Konsekuensi dari pengakuan ini adalah ketundukan secara penuh kepada Allah akan hukum dan perintah-Nya, dan perintah yang paling agung adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Oleh sebab itu Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian…” (al-Baqarah : 21)

Kelima, di dalam ‘Rabbil ‘alamin’ terdapat penegasan bahwa seluruh alam adalah makhluk ciptaan Allah yang butuh kepada Allah. Tidak ada yang bisa melepaskan diri dari kekuasaan dan pertolongan-Nya. Oleh sebab itu wajib beriman kepada takdir dan iradah/kehendak-Nya yang meliputi seluruh makhluk. Segala yang Allah kehendaki -secara kauni- pasti terjadi dan segala yang tidak Allah kehendaki juga tidak akan terjadi. Inilah yang disebut dengan istilah irodah kauniyah. Dan semua yang Allah kehendaki terjadi ini pasti mengandung hikmah. Tidak mungkin Allah menghendaki sesuatu terjadi tanpa hikmah, Maha suci Allah dari kesia-siaan.

Keenam, di dalam ‘Rabbil ‘alamin’ juga terdapat pelajaran bahwa setiap muslim -bahkan setiap insan- harus tunduk kepada hukum dan syari’at Allah. Sebab Allah lah yang telah menciptakan alam ini, yang memeliharanya dan menguasainya. Tidak ada yang lebih mengetahui kemaslahatan hamba kecuali Allah semata. Oleh sebab itu Allah lah sebaik-baik hakim, tidak ada hukum yang lebih baik selain hukum-Nya, dan tidak ada aturan yang lebih adil daripada aturan-aturan-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah pantas bagi seorang lelaki beriman atau perempuan beriman apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka…” (al-Ahzab : 36)

Demikian sedikit catatan faidah mengenai salah satu ayat yang kita baca setiap hari. Mudah-mudahan bermanfaat bagi setiap orang yang memiliki hati dan membaca tulisan ini. Kepada Allah semata kita memohon ilmu yang bermanfaat dan amal salih.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/allah-rabb-seluruh-alam/